Puluhan lantang didirikan, ribuan tamu berdatangan, puluhan
kerbau dan ratusan babi dipenggal
dan upacara pun berlangsung , di Palawa dan Buntupune tak jauh dari Rantepao
Tana Toraja, orang-orang itu yang begitu lekat menyatu dengan masa lalu,
berkumpul dan memaknai tentang matahari yang tenggelam : kematian. Si mati pun
dilepas dengan badhong-badhong yang liris berisi riwayat dan puji-pujian,
kepahlawanan dikisahkan dan kebangsawanan ditegaskan. Setelah itu si mati
terbang ke selatan, melayang diiringi puluhan ternak ke sebuah negeri bernama
Puya, tempat leluhurnya berkumpul, dalam tongkonan-tongkonan yang sejahtera,
yang sudah menunggunya.
Rambu Solo’
yang berarti asap menurun (matahari tenggelam) sebagai upacara
pemberangkatan arwah menuju Puya (kampung leluhur) juga merupakan sarana untuk
memperbaiki atau memulihkan hubungan keluarga (tang la napoka’tu rara tang la
napoka’ buku = darah tiada putus tulang tiada retak), semua anggota keluarga
mesti terlibat dalam keramaian yang mencapai angka milyaran ini. Keluarga atau
persekutuan tongkonan di sini tak hanya mengacu pada keturunan (genealogis)
belaka, namun juga kesatuan adat yang bisa datang dari kesatuan struktur formal
di masyarakatata dari persekutuan bekerja dan berbakti, jadi semakin besar
pengaruh orang yang akan diupacarakan dalam adata, semakin banyak yang
terlibat. Untuk mengatasi ini tentu bukan hal mudah, pembagian tugas dan dana
kegiatan bisa menjadi hal yang sensitif dan emancing perpecahan. Musyawarah
besar pun diadakan puluhan kali dan menjadi fenomena tersendiri dan menarik
untuk diamati, bagaimana sebuah masyarakat yang bisa dikatakan modern
setidaknya dari pendidikannya berkumpul untuk berbagi beban yang kadang menurut
mereka tidak rasional. Si mati lewat Rambu Solo’ bisa dianggap menjadi pahlawan
dalam menyatukan keluarganya, dan keluarganya menyatukan tindakan-tindakan herois
yang menyatukan kehormatannya.
Nasundan to alukna
Naupu’ bisaranna
Male titengka lentekna
Tirimba pessoyananna
Malemo nauturu’ gaun
Naempa-empa salebu’
Ullambi’mo Ponglalondong
Parannu-rannu nene’na
Sende-sende todolona
Napa’ parampoi sau’
Napa’ baenan-baenanni *
Ketika upacaranya berakhir
Acaranya telah selesai
Ia melangkahkan kakinya
Ia melenggang pergi
Berangkat bersama awan
Melayang diantara kabut
Tiba dikerajaan Pong Lalondong
Di negeri yang tak putus-putusnya
Menelan manusia
Bersukacitalah leluhurnya
Pendahulunya bersuka ria
Menyambut pembawanya
Mengumpulkan bekalnya
* bait yang dinyanyikan pada upacara badhong Rambu Solo'