21.4.15

Kepada Perempuan Di Dalam Baliho

Perempuan Dalam Baliho


Kepada perempuan di dalam baliho,
Kau sendirian, aku ingin menghiburmu dengan cerita. Semoga niatku ini ikut menambah kecantikanmu.
Kau pasti tak pernah membaca. Karena begitu sulit mencari waktu untuk membaca, sementara dirimu harus terus bergaya di dalam gambar, mematung dan tak boleh bergerak. Maka aku ceritakan padamu perihal baliho dan seseorang yang bernama Asih.
Suatu pagi, Asih mendapati bercak lipstik di pakaian dalam suaminya. Pikirannya hanya membayangkan sebuah skandal, sebuah perselingkuhan. Dengan kemarahan, Asih mendatangi suaminya yang sedang berada di kantor. Suami Asih hanya seorang sales kosmetik. Dalam perjalanan menuju kantor suaminya, Asih melihat model iklan lipstik pada baliho yang melambungkan hayalan karena gambar bibir yang basah dan setengah terbuka. Singkat cerita, ia hanya menghidupkan beberapa imajinasinya untuk membunuh suaminya. Beruntunglah cerita berakhir dengan adegan merayu dan terhindar dari tragedi.
Cerita itu diberi judul Bibir Yang Merah Basah dan Setengah Terbuka. Pengarang ceritanya bernama Seno Gumira Ajidarma. Jika kau tak menjadi perempuan dalam baliho lagi, akan aku kenalkan kau dengannya.
Cerita pendek yang aku ceritakan kembali tadi memang terlampau pendek. Aku hendak mengabarimu bahwa baliho akan membentuk gambaran dibalik gambar. Setiap orang yang melihat iklan besar akan menatap beberapa detik yang mereka punya untuk kagum atau pura-pura tidak tahu. Tapi jika kau selalu tersenyum manis dengan tatapan yang menolak, bukan tak mungkin, kekaguman akan berlanjut.
Hari ini tanggal 21 April. Di dalam gedung-gedung yang berada di dekatmu ada perempuan yang sedang merayakan hari istimewa dengan berkebaya. Hari ini adalah pesta kelahiran Kartini, pahlawan nasional yang memperjuangkan hak-hak perempuan untuk memperoleh kesetaraan dengan laki-laki dan menolak feodalisme juga poligami. Setidaknya sejarah mengatakan begitu.
Kuceritakan padamu tentang Kartini.
Kartini adalah anak Bupati Jepara yang menikah dengan Bupati Rembang, saudara tua perempuannya menikah dengan Patih Kendal, dan adiknya menikah dengan Bupati Tegal. Bisa kau bayangkan, Kartini bukan perempuan biasa. Ia bagian dari kaum ningrat di Jawa, priayi yang tak akan memutus silsilah.
Pada awal abad 20, Kartini banyak menulis surat yang berisi tentang kegelisahannya sebagai perempuan yang dihilangkan hak nya untuk berpendidikan dan harus mengikuti apapun keinginan kerajaan. Surat-surat itu ditujukan untuk sahabat pena-nya di Belanda.
Apakah arti sebuah surat yang berisi “curhat”? Kartini membuat surat dan mengirimnya berkali kali, setiap lekukan kertas dan huruf-huruf yang ia susun ada semangat untuk melawan yang mengekang dan meminta yang telah hilang. Dalam hidupnya yang singkat, ia pernah melawan aturan “memenjarakan” perempuan pasca umur 12 tahun..
Kepada perempuan di dalam baliho,
Berapa umurmu? Mengapa kau tak meniru Kartini untuk menolak pingitan dari kuasa laki-laki dan hegemoni? Kartini dipenjara dinding kamar dan budaya raja pada masanya. Sementara satu abad lebih setelah peristiwa itu kau hanya menjadi perempuan yang dikurung oleh budaya membeli.
Kepada perempuan di dalam baliho,
Siapa namamu?